Conserving The Legacy (cgw-indonesia.com)

Artikel asli diterbitkan oleh CGW-Indonesia.com. Baca DI SINI.

Penulis: Billy Saputra

 

Menata kembali kejayaan Societeit de Harmonie te Kawisari sebagai lokasi titik temu elegan yang penuh nilai sejarah


Keindahan alam Indonesia memang tak tertandingi, dan bagi para penggemar kopi sejati, pesona Tugu Kawisari Coffee Plantation ini memiliki sejarah yang sangat menarik. Berawal pada tahun 1900, berdiri dua buah perkebunan yang dimiliki oleh salah satu perusahaan perintis bernama Rubber Onderneming Senong, yang berdiri di bawah pimpinan J.T. Berkmeijer.


Perusahaan ini juga hadir sebagai pelopor untuk proses pemasangan telepon pertama di daerah Wlingi, Blitar, Jawa Timur, yang saat itu dihuni oleh 15 perkebunan besar. Berkat jasa perusahaan tersebut, nomor telepon 1 ditetapkan menjadi nomor telepon perusahaan tersebut.


Kedua perkebunan ini berlokasi bersebelahan, dan menjadi satu di area seluas sekitar 2.850 hektar tanah, menjadi hak guna usaha di perkebunan kopi Kawisari, dan perkebunan kopi Sengon.


Di dalam perkebunan yang tumbuh pesat tersebut, berdirilah sebuah klub kecil bernama Societeit de Harmonie te Kawisari. Pembangunan klub tersebut terinspirasi oleh klub Societeit de Harmonie te Batavia yang berada di Jakarta. Selain memproduksi biji kopi unggulan, klub ini pernah menghasilkan varian campuran kopi bermerek Kopi Babah dan Kopi Kawisari yang menggunakan biji premium dari perkebunan kopi Kawisari.


Kopi hasil resep selama puluhan tahun dibeli oleh Societeit de Harmonie te Batavia yang dahulu singgah di Jalan Rijswiyk, Pusat Kota Jakarta, yang kini dikenal sebagai Harmoni.


Perjalanan penjualan kopi unggulan selama puluhan tahun ini terjalin berkat kesungguhan dan kepiawaian J.T. Barkmeijer, hingga perkebunan Kawisari dan Sengon berhasil menanam bibit kopi unggulan, dan terus menghasilkan produk yang digunakan oleh berbagai klub terbesar di Asia Tenggara, yaitu Societeit de Harmonie te Batavia.


Hal ini merupakan wujud keberhasilan perkebunan tersebut mengembangkan bibit yang awalnya di tanam secara perdana di tahun 1845 oleh para Pangeran yang berdiam di daerah sekitar Blitar dan Kediri. Perpaduan dua kopi tersebut pun berhasil diolah oleh keluarga besar Ong Ting dan Ong Liang, yang juga dikenal sering bertukar resep campuran kopi dengan para barista dari Harmonie te Batavia.


Klub Societeit de Harmonie te Kawisari pada masa kejayaannya memiliki kesan elegan dan setara dengan Kafe Maxim di Paris, tempat di mana orang wajib datang untuk “dilihat”, lokasi perputaran gosip dan kejadian intrik para figur publik. Salah satu keunikannya adalah klub tersebut yang menjadi pilihan dari Madam Margarethe, yang gemar menulis surat kepada Agatha Christie, penulis novel yang hingga kini masih dikenal secara luas.


Tugu, yang kini menjadi pemilik satu-satunya Perkebunan Kawisari di lereng Gunung Kelud, mengenang sejarah lewat sepenggal ucapan Sir Stamford Raffles, “Jika Anda tidak bisa membangunnya, maka janganlah Anda menghancurkannya.”


Ucapan tersebut mengacu pada keinginan Tugu untuk melestarikan perkebunan Kawisari, serta memfungsikan kembali klub kecil Societeit de Harmonie te Kawisari, sebagai salah satu cara untuk melanggengkan wujud artefak sejarah milik bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan, dan klub telah sepenuhnya beroperasi serta resmi dibuka sejak bulan Maret 2022 lalu.

Kawisari Coffee Plantation
Pabrik Perkebunan Kopi, Cengkeh dan Sengon
PT. Dewi Sri, Pkb. Sengon, Ngadirenggo,
Wlingi, Blitar, Jawa Timur 66184
Tel: +62 812-3363-512
https://kawisaricoffee.com/