Artikel asli diterbitkan oleh aartreya.com. Baca DI SINI.
Penulis: aartreya.com
Sosok wanita Tionghoa berdiri tepat di depan cermin. Rambutnya yang hitam, panjang melebihi pinggulnya. Ia berdiri, mematung dalam balutan rok panjang putih. Tatapannya yang tajam, menuju ke arah para tamu yang lewat di depan lukisannya di Hotel Tugu Malang, Jawa Timur. Oei Hui Lan atau Madam Wellington Koo, demikian wanita di lukisan yang terletak di ruangan The Sugar Baron Room di Hotel Tugu Malang, Jawa Timur tersebut.
Wanita cantik Tionghoa berambut panjang dalam lukisan tersebut adalah putri kesayangan seorang crazy rich atau konglomerat keturunan Tionghoa dari Semarang, Oei Tiong Ham. Dia menjadi putri kesayangan ayahnya karena dia dianggap sebagai anak yang membawa keberuntungan atau hoki. Dalam kepercayaan orang Tionghoa beberapa anak memang diyakini membawa hoki bagi keluarganya dan dia adalah salah satunya. Setelah kelahirannya perusahaan ayahnya menjadi sangat maju dan berkembang pesat.
Sampai sekarang lukisan ini masih ada dan menjadi koleksi Hotel Tugu di Malang, Jawa Timur. Lukisan cantik ini dipajang untuk mengenang keluarga besar salah satu crazy rich asia dari Semarang ini. Oei Hui Lan sendiri lahir pada tanggal 2 Desember 1889 di Semarang, Jawa Tengah. Dikenal juga sebagai Madame Wellington Koo, merupakan seorang sosialita atau crazy rich asia berdarah Tionghoa-Indonesia.
Tempat tinggal Oei Tiong Ham di Semarang berada di kawasan Gergaji yang lebih dikenal dengan sebutan Istana Gergaji atau Balekambang. Kini sudah dialihfungsikan menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional III Jawa Tengah dan DIY di Jalan Kyai Saleh.
Dia menikah pertama kali dengan seorang agen konsuler Inggris Beauchamp Caulfield-Stoker pada tahun 1909 dan dikaruniai satu orang putra tetapi bercerai pada tahun 1920. Pada tahun 1921 dia menikah lagi dengan seorang Politikus Tiongkok pada zaman pra-komunis yang bernama Wellington Koo dan dikaruniai dua orang putra tetapi pernikahan kedua diapun juga berakhir dengan perceraian pada tahun 1958.
Oei Hui Lan adalah putri seorang pengusaha gula dan opium atau candu yang sangat kaya raya di Semarang pada zaman kolonial yang bernama Oei Tiong Ham atau yang lebih dikenal dengan sebutan Majoor der Chinezen yang mengepalai Kian Gwan, sebuah perusahaan yang didirikan oleh kakeknya yang bernama Oei Tjie Sien pada tahun 1863 dan menjadi konglomerat terbesar di Asia Tenggara pada permulaan abad kedua puluh.
Ibu Oei Hui Lan bernama, Goei Bing Nio, adalah istri pertama ayahnya. Oei Hui Lan, memiliki seorang kakak perempuan seibu yang bernama Oei Tjong Lan. Ayahnya sendiri memiliki 18 istri muda atau gundik dan memiliki sekitar 42 anak atau saudara seayah tapi beda ibu.
Rumah ayahnya didirikan di atas lahan yang luasnya lebih dari 93 ha di Kota Semarang dengan rumah bergaya arsitektur peranakan Tiong Hoa yang mempunyai taman – taman yang indah yang dirancang khusus dengan kolam – kolam dan jembatan – jembatan. Ayahnya juga memiliķi kebun binatang di halaman rumahnya. Selain memiliki sebuah rumah yang sangat mewah dan megah di Semarang, ayahnya juga memiliki banyak rumah mewah yang tersebar di beberapa negara baik di Eropa dan Amerika.
Bagi Oei Hui Lan, uang bukanlah masalah bagi dirinya kala itu bahkan apa saja yang dia inginkan pasti akan selalu terpenuhi. Sepeninggal ayahnya pada tahun 1924 membuat perekonomian keluarga besarnya menjadi sedikit goyah. Perusahaan dan perkebunan ayahnya banyak yang diambil alih oleh Jepang dan Pemerintah Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno kala itu disebabkan oleh karena ayahnya yang suka menghindar dari pajak dan lebih memilih tinggal di Singapura bersama istri kesayangannya yang bernama Lucy Ho hingga akhir hayatnya.
Pada era pemerintahan Soekarno, perusahaan ayahnya kemudian dinasionalisasi dan berganti nama menjadi PT Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional Rajawali Nusantara Indonesia. Tak cukup sekali berganti nama, pada tahun 1971 namanya diganti lagi menjadi PT Rajawali Nusindo dan pada tahun 2001 berubah lagi menjadi PT Rajawali Nusantara Indonesia. BUMN ini pernah viral karena sang Direktur Utama, Nasarudin, meninggal setelah diduga ditembak oleh suruhan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar.
Selain oleh karena adanya konflik internal di dalam keluarga besarnya yang saling memperebutkan harta warisan sang ayah. Kondisi ini juga berpengaruh pada pernikahan dirinya dengan William Koo yang berakhir dengan perceraian. Kepribadian dirinya dengan sang suami sebenarnya sangat bertolak belakang dimana dia lebih suka pesta dan berbelanja barang barang mewah sedangkan sang suami yang lebih suka hidup dalam kesederhanaan sehingga membuat pernikahannya berakhir dengan perceraian.
Banyak properti peninggalan ayahnya yang tersebar baik di Eropa dan Amerika yang akhirnya dia jual. Gaya hidup dia yang terbiasa dengan pesta dan perjamuan bersama kalangan elitepun perlahan lahan mulai surut dan dia tinggalkan. Beberapa kali dia mencoba mnggeluti dunia bisnis tapi selalu gagal dan merugi karena ayahnya memang tidak pernah mengajari dia cara berbisnis atau berdagang. Sejak lahir hingga dewasa, dia tidak pernah dilibatkan dalam urusan dagang oleh ayahnya.
Oei Hui Lan meninggal dunia pada usia 103 tahun pada tahun 1992 di New York, Amerika Serikat. Oei Hui Lan adalah seorang perempuan yang kuat dalam kemauan. Dia selalu ingin menjadi yang nomor satu. Meski kehidupan dia dilimpahi harta, kemewahan dan pergaulan dengan kalangan atas, namun dia tidak mendapatkan kebahagiaan dari semua itu. Dia justru mendapatkan kebahagiaan karena dia belajar dari hidup itu sendiri.